Berikut ini merupakan
beberapa pengertian mengenai peristiwa hukum menurut para ahli.
·
Dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, Soeroso
memberikan beberapa penjelasan tentang peristiwa hukum ke dalam beberapa poin
sebagai berikut.
-
Suatu rechtsfeit / suatu kejadian hukum
-
Suatu kejadian biasa dalam kehidupan
sehari-hari yang akibatnya diatur oleh hukum
-
Perbuatan dan tingkah laku subyek hukum
yang membawa akibat hukum, karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subyek
hukum atau karena subyek hukum itu terikat oleh kekuatan hukum.
-
Peristiwa dalam masyarakat yang
akibatnya diatur oleh hukum.
·
Merupakan peristiwa-peristiwa
kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat (Kansil, 1992 :88)
·
Merupakan peristiwa yang oleh kaidah
hukum diberi akibat hukum, yakni berupa timbulnya atau hapusnya hak dan/atau
kewajiban tertentu bagi subyek hukum tertentu yang terkait pada peristiwa
tersebut (Kusumaatmadja dan Sidharta, 2000 : 85)
·
Menurut van Apeldoorn peristiwa hukum
adalah peristiwa yang berdasarkan hukum menimbulkan atau menghapuskan hak.
·
Menurut Bellefroid adalah peristiwa
sosial yang tidak secara otomatis dapat merupakan/menimbulkan hukum. Suatu
peristiwa dapat merupakan peristiwa hukum apabila peristiwa itu oleh peraturan
hukum dijadikan peristiwa hukum
Selain pendapat
para ahli diatas, peristiwa hukum bisa juga diartikan sebagai semua kejadian
atau fakta yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai akibat hukum.
B.
Macam-macam
Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum dapat
dibagi menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.
1. Peristiwa
menurut hukum dan peristiwa melanggar hukum
Contohnya dalam Pasal
1239 KUH Perdata yang berbunyi:
“Tiap perikatan untuk
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu apabila tidak dipenuhi kewajiban itu
oleh si berutang maka ia berkewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan
bunga”.
Dari contoh tersebut
dapat dilihat bahwa adanya peristiwa-peristiwa tidak memenuhi kewajiban untuk
berbuat atau tidak berbuat sama sekali, akibat hukumnya mengganti biaya, rugi,
dan bunga.
2. Peristiwa
hukum tunggal dan peristiwa hukum majemuk
Peristiwa hukum tunggal
terdiri hanya dari satu peristiwa saja. Contohnya hibah (pemberian)
Peristiwa hukum majemuk
terdiri dari lebih dari satu peristiwa. Contohnya sebelum perjanjian kredit
akan terjadi perundingan, penyerahan uang dan di pihak lain penyerahan barang bergerak
sebagai jaminan gadai. Dengan pengembalian uang, maka di pihak lain berarti
pengembalian barang jaminan.
3. Peristiwa
hukum sepintas dan peristiwa terus-menerus
Peristiwa hukum
sepintas contohnya pembatalan perjanjian, tawar-menawar. Sedangkan peristiwa
terus-menerus contohnya perjanjian sewa-menyewa yang berjalan selama
bertahun-tahun.
4. Peristiwa
hukum positif dan peristiwa hukum negative
Berikut ini merupakan
skema peristiwa hukum menurut isinya.
I.
Peristiwa hukum karena perbuatan subjek
hukum
a.
Perbuatan
hukum
Perbuatan hukum adalah
perbuatan subjek hukum yang diberi akibat hukum oleh kaidah hukum tertentu dan
timbulnya akibat hukum ini memang dikehendaki oleh subyek hukum pelaku
perbuatan tersebut. Perbuatan hukum dibagi lagi menjadi dua, yaitu perbuatan
bersifat sederhana/ bersegi satu dan perbuatan hukum bersifat tidak
sederhana/bersegi dua atau lebih.
·
Perbuatan hukum bersegi satu merupakan perbuatan
hukum apabila hanya merupakan satu kejadian saja atau apabila akibat hukumnya
ditimbulkan oleh kehendak seseorang saja, yaitu orang yang melakukan perbuatan
itu. Suatu perbuatan hukum bersegi satu adalah setiap perbuatan yang berakibat
hukum dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu
pihak saja (yang melakukan perbuatan itu). Contohnya pembuatan surat wasiat
atau testamen Pasal 875 KUH Perdata, hak istri untuk melepaskan haknya atas
barang-barang yang merupakan kepunyaan suami-istri (berdua) setelah perkawinan
(benda pekawinan pasal 132 KUH Perdata).
·
perbuatan
hukum bersegi dua adalah perbuatan hukum yang akibat
hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua atau lebih subyek hukum. Suatu perbuatan
hukum bersegi dua adalah perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh
kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum
yang bersegi dua merupakan perjanjian pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi
“Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau
lebih mengikat dirinya pada seseorang (subyek hukum) lain atau lebih”.
b. Perbuatan
yang bukan perbuatan hukum
Adalah
setiap perbuatan hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh pelakunya,
meskipun akibat tersebut diatur oleh hukum. Dapat juga diartikan sebagai
perbuatan yang dilakukan subjek hukum yang menimbulkan akibat hukum tertentu
dan akibat hukum ini tidak dikehendaki atau tidak diniatkan oleh subjek hukum
pelaku perbuatan tersebut. Perbuatan yang bukan perbuatan hukum dibagi lagi
menjadi dua macam, yaitu perbuatan yang
tidak dilarang (tidak melawan hukum) dan perbuatan yang dilarang/bertentangan dengan hukum (melawan hukum).
Perbuatan yang tidak melawan atau tidak dilarang hukum adalah perbuatan subjek
hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki atau dimaksudkan terjadi oleh
subjek hukum pelaku perbuatan itu. Perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum
terbagi menjadi dua, yaitu zaakwaarneming dan onverschulidge
betaling.
·
Zaakwaarneming
adalah
tindakan memperhatikan kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang yang
bersangkutan untuk memperhatikan kepentingannya (pasal 1354 KUH Perdata).
Contohnya, A tidak dapat memperhatikan kepentingannya karena menderita sakit.
Apabila orang lain (si B) memperhatikan kepentingan A walaupun tidak diminta
oleh A supaya memperhatikan kepentingannya, maka orang itu (B) mau tidak mau
menurut hukum wajib meneruskan perhatian (pengurusan) tersebut sampai A sembuh
dan dapat kembali memperhatikan sendiri kepentingannya.
·
Onverschulidge
betaling adalah pembayaran utang yang sebenarnya tidak ada
utang (pasal 1359 KUH Perdata). Contohnya, A membayar utang pada B karena ia
merasa mempunyai utang padahal sebenarnya A tidak mempunyai utang kepada B.
Sedangkan
perbuatan yang dilarang/bertentangan dengan hukum adalah semua perbuatan yang
bertentangan dan melanggar hukum. Adalah perbuatan yang menimbulkan akibat
hukum yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum pelaku perbuatan itu dan
perbuatan tersebut bertentangan dengan asas-asas dan kaidah hukum positif serta
menimbulkan kerugian pada subjek hukum lain. Akibat hukum yang timbul tetap
diatur oleh peraturan hukum, meskipun akibat itu tidak dikehendaki oleh yang
melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan ini dinamakan ‘onrechtmatigedaad’, yaitu perbuatan hukum yang tidak dibenarkan
oleh hukum. Karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum timbullah
suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan.
Adapun asas tersebut diatur dalam pasal 1365 KUHS yang menegaskan bahwa tiap
perbuatan yang bertentangan dengan hukum (melanggar hukum), yang merugikan
orang lain, mewajibkan pihak yang merugikan (yang melakukan itu) mengganti
kerugian yang diderita pihak yang dirugikan. Dari pasal tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa unsur-unsur perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan,
melanggar, kerugian dan kesalahan. Apabila dalam satu peristiwa terdapat 4
unsur tersebut, maka si pelaku telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Unsur
“perbuatan” diberi pengertian bahwa perbuatan itu terjadi karena tindakan atau
kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu yan seharusnya dilakukan. Tentang unsur “melanggar”
pengertiannya ialah apabila yang dilanggar itu hukum yang berlaku, hak orang
lain, dan kelalaian yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan
kewajiban menurut hukum yang berlaku, kesusilaaan, kehormatan dalam pegaulan di
masyarakat terhadap orang atau benda (kepatutan di dalam masyarakat). Tentang
unsur “kerugian” maksudnya pihak lawan menderita kerugian dan kerugian itu
dapat bersifat material (kebendaan) dan immaterial (tidak kebendaan). Contoh
kerugian immaterial: di sebuah desa keadaannya aman dan tenteram, kemudian di
daerah itu didirikan pabrik. Penduduk desa itu dirugikan oleh suara bising
pabrik itu juga pembuangan limbah pabrik yang mencemarkan lingkungan dan
merusak kesuburan tanah di lingkungan tersebut. Selanjutnya unsur “kesalahan”
yang dapat terjadi karena disengaja atau tidak disengaja.
II.
Peristiwa hukum yang bukan karena
perbuatan hukum / perbuatan lainnya
Peristiwa
hukum yang bukan karena perbuatan manusia/karena perbuatan lainnya dibedakan
dalam 3 bagian yaitu keadaan yang nyata, perkembangan fisik kehidupan manusia
dan kejadian-kejadian lainnya.
a. Keadaan
Nyata
Contoh
dari keadaan nyata yang dimaksud di sini mencakup kepailitan dan lewat waktu
(kadaluwarsa).
·
Kepailitan menyebabkan individu atau
suatu badan hukum tidak dapat membayar utang-utangnya secara penuh. Hal ini
diatur dalam pasal 1 Undang-Undang Kepailitan.
·
Kadaluwarsa untuk memperoleh sesuatu
atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewat waktu syarat-syarat
tertentu seperti yang dikemukakan dalam pasal 1946 KUH Perdata. Ada dua macam
kadaluwarsa (lewat waktu), yaitu lewat waktu akuisitif dan lewat waktu
ekstinktif.
o
Berdasarkan lewat waktu akuisitif orang
dapat memperoleh suatu hak sehabis masa tertentu dan memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dapat disebut sebagai suatu lewat
waktu yang mengakibatkan memperoleh sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu
akuisitif menjadi dalah satu cara memperoleh hak milik sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 584 KUHS.
o
Berdasarkan waktu ekstinktif, seseorang
dapat dibebaskan dari suatu tanggung jawab sehabis masa tertentu dan apabila
syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang dipenuhi.
b. Perkembangan
fisik kehidupan manusia mencakup kelahiran, kedewasaan dan kematian.
·
Kelahiran membawa kewajiban bagi orang
tua untuk memelihara dan mendidik anak itu serta memberi tunjangan-tunjangan
dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan
pendidikan anak tersebut. Kelahiran menimbulkan langsung hak dari anak untuk
mendapatkan pemeliharaan dari orang tuanya seperti yang diatur dalam pasal 298
ayat 2 KUH Perdata.
·
Pada tahap kedewasaan, anak-anak
mempunyai kewajiban untuk memberi ongkos kepada orangtuanya terlebih jika orang
tuanya kurang mampu atau tidak memiliki penghasilan. Kewajiban itu juga berlaku
bagi anak menantu, laki-laki maupun perempuan untuk memberi nafkah kepada
mertua mereka sesuai dengan ketentuan Pasal 321 dan 322 KUH Perdata. Lebih dari
itu, anak-anak yang sudah menjadi dewasa meningkat menjadi cakap hukum yang
diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata.
·
Kematian seseorang juga merupakan suatu
peristiwa hukum/menimbulkan akibat hukum. Pada saat kematian ini hak dan
kewajiban lenyap bagi yang meninggal, dan bersamaan dengan itu tumbuhlah hak
dan kewajiban bagi para ahli waris sesuai yang diatur dalam Pasal 833 KUH
Perdata. Jika timbul perselisihan tentang siapa yang akan berhak memperoleh hak
milik, hakim akan memerintahkan agar seluruh harta peninggalan tersebut ditaruh
terlebih dahulu dalam penyimpanan. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
kematian menimbulkan :
o
Pelenyapan atau penghapusan hak bagi
yang menimbulkan hak
o
Menimbulkan hak bagi ahli waris, kecuali
mengenal hak pakai hasil yang tidak dapat diwariskan karena hak pakai hasil
berakhir karena meninggalnya si pemakai.
c. Kejadian-kejadian
lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1553 KUH Perdata tentang sewa menyewa.
Jika barangnya hanya sebagian musnah si penyewa dapat memilih menurut keadaan,
apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa tetapi tidak dalam satu dari
kedua hal itupun ia berhak atas suatu ganti rugi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar