A. Pengertian
Hubungan Hukum
Hubungan
hukum merupakan hubungan antara dua subjek hukum atau lebih. Dimana subjek
hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Dapat kita ketahui
bahwa hukum mengatur hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang
lainnya. Jadi semua yang ada dalam hubungan masyarakat diatur oleh hukum yang
berlaku.
Barangsiapa
yang tidak menaati aturan dalam hubungan hukum, maka ia dipaksa oleh hukum
untuk menaati dan menghormati.
Hukum yang mengatur hubungan hukum
ialah pasal 1457 KUH Perdata
tentang perikatan ( verbintenis ) yang timbul karena adanya suatu
perjanjian.
Contohnya :
Pak budi membeli sebidang tanah kepada Pak Agus, dengan perjanjian Pak Budi
akan membayar tanah tersebut sebagian dimuka, dan sisanya akan dibayar bulan
depan. Ini menimbulkan hubungan antara Pak Budi dan Pak Agus yang diatur oleh
hukum, dimana Pak Budi wajib membayar sisa uang yang harus dibayarkan kepada
Pak Agus, dan Pak Agus berhak mendapatkan pelunasan uang dari Pak Budi hasil
penjualan tanah tersebut. Dan sebaliknya, apabila Pak Budi telah memenuhi
kewajibannya sebagai pembeli tanah yaitu sudah membayar lunas tanah tersebut
dan Pak Budi berhak mendapatkan tanah tersebut. Pak Agus sebagai penjual tanah
berhak memberikan tanah tersebut kepada Pak Budi. Dari contoh sederhana ini,
apabila salah satu pihak tidak menaati atau mengindahkan kewajibannya
masing-masing, maka akan mendapatkan sanksi hukum.
Dengan demikian, hubungan hukum
adalah hubungan yang telah diatur oleh hukum. Adapun hubungan yang tidak diatur
oleh hukum bukan merupakan hubungan hukum. Contohnya pertunangan. Pertunangan
merupakan hubungan antara manusia yang mempunyai hak dan kewajiban, tetapi
hubungan ini tidak diatur oleh hukum dan bukan merupakan hubungan hukum.
Hubungan hukum dapat terjadi apabila adanya hubungan sesama subjek hukum dan
hubungan antara subjek hukum dengan objek hukumyang telah diatur oleh hukum.
Hubungan sesama subjek hukum
contohnya hubungan antara seorang dengan badan hukum, sedangkan hubungan subjek
hukum dengan barang contohnya subjek hukum yang memiliki hak atas barang yang
dikuasai oleh subjek hukum tersebut baik berupa berwujud dan tidak berwujud,
bergerak maupun tidak bergerak.
B. Unsur-unsur
Hubungan Hukum
Berikut ini
merupakan ciri adanya hubungan hukum yakni :
1.
Adanya pihak yang memiliki hak dan kewajiban saling berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak lain , dimana seseorang memiliki hak yang dibatasi oleh hak
orang lain dan mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan agar tidak terjadi
ketimpangan antara hak dan kewajiban.
Contoh :
Ibu Santi
menjual rumah kepada Pak Slamet, Ibu Santi wajib memberikan rumah yang ia jual
kepada Pak Slamet dan berhak menerima uang hasil penjualan rumah tersebut dari
Pak Slamet. Serta Pak Slamet berhak mendapatkan rumah yang dijual Ibu Santi dan
wajib membayar uang sesuai kesepakatan antara Pak Agus dan Ibu Santi.
2.
Adanya objek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban.
Dalam contoh
diatas objeknya yaitu rumah.
3.
Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban, atau adanya
hubungan dengan objek yang bersangkutan.
Contoh : Pak
Daniel dan Ibu Ayu mengadakan jual beli mobil, dimana Pak Daniel dan Ibu Ayu
sebagai pemilik hak dan pengemban kewajiban. Sedangkan mobil sebagai objek yang
dijadikan dasar untuk Pak Daniel dan Ibu Ayu membentuk hubungan hukum.
C. Segi Hubungan Hukum
Mengenai
hubungan hukum ini, Logemann berpendapat bahwa dalam tiap hubungan hukum
terdapat pihak berwenang/ berhak yang disebut dengan “Prestatie subject”
dan pihak yang mempunyai kewajiban yang disebut dengan “Plicht subject”.
Hubungan hukum memiliki
dua segi yaitu Beveogdheid yang bisa disebut dengan kewenangan atau hak,
dan Plicht yang disebut dengan kewajiban. Dalam hal ini, hukum sebagai
himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan sosial untuk memberikan
suatu hak kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu dan terlaksananya hak dan
kewajiban telah dijamin oleh hukum.
Hak dan kewajiban timbul
dari peristiwa hukum, contohnya jual-beli. Dimana diatur oleh salah satu
peraturan hukum pasal 1763 KUH Perdata yang berbunyi “Seorang kreditur berhak
mengasih debitur sejumlah uang yang dipinjamkan, sedangkan debitur wajib
melunasi utang”. Hal ini juga terlihat dalam pasal 1381 KUH Perdata yang
berbunyi :
Perikatan terhapus :
1. Karena
pembaruan utang
adalah suatu persetujuan
yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul
perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
adalah salah satu cara
hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang
masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi
apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa
diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425
KUH Perdata).
3. Karena
pembebasan utang
adalah perbuatan hukum
dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari
debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja
diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa
pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur.
Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau cuma-cuma.
4. Karena
musnahnya barang yang terutang
Yaitu
perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi prestasi yang diwajibkan kepada
debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur.
Musnahnya barang yang terutang ini digantungkan pada dua syarat (Miru dan Pati, 2011: 150): Musnahnya barang
tersebut bukan karena kelalaian debitur; Debitur
belum lalai menyerahkan kepada kreditor.
5. Karena adanya pembatalan
Misalnya, suatu
perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa (belum cakap hukum)
perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya melalui pengadilan. Dan saat
dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian tersebut pun berakhir.
6. Karena
berlakunya suatu syarat batal
Artinya syarat-syarat
yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian
dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula yaitu seolah-olah tidak ada
suatu perjanjian. Misalnya perjanjian yang dibuat bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, atau
ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata) adalah batal demi hukum.
7. Karena
lewatnya waktu
Menurut ketentuan Pasal
1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau
waktu, yaitu :
- Lampau waktu untuk
memperolah hak milik atas suatu barang
- Lampau waktu untuk
dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
D. Syarat
Hubungan Hukum
Agar dapat mewujudkan hubungan
hukum, maka perlu memenuhi syarat dalam hubungan hukum, yaitu :
·
Adanya
dasar hukum yakni adanya peraturan-peraturan yang mengatur dalam hubungan
hukum.
· Adanya peristiwa hukum.
·
Peristiwa
hukum merupakan kejadian yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat yang telah
diatur oleh hukum.
Contohnya : Ibu Ani dan Ibu Surti
melakukan transaksi penggadaian barang berupa emas. Dimana Ibu Ani sebagai
kreditur dan Ibu Surti sebagai Debitur. Sebelum transaksi peminjaman uang,
mereka melakukan perundingan dan perjanjian dimana Ibu Surti harus menyerahkan
barang yang dimiliki nya untuk dijadikan jaminan dari perundingan tersebut.
Setelah selesai perundingan, lalu adanya penyerahan uang dan barang bergerak
dimana Ibu Ani menyerahkan uang sebagai pinjaman, dan Ibu Surti menyerahkan
barang bergerak berupa emas sebagai jaminan atas pinjaman uang tersebut.
Apabila Ibu Surti telah mengembalikan uang yang ia pinjam, maka kewajiban Ibu
Ani untuk mengembalikan emas kepada Ibu Surti. Dari kasus ini, dapat diketahui
bahwa adanya beberapa peristiwa hukum yang terjadi.
·
Adanya
subjek dan objek hukum.
Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, subjek hukum ialah sesuatu yang menurut hukum memiliki hak dan
kewajiban yang memiliki kewenangan untuk bertindak dan melakukan perbuatan
hukum. Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek
hukum dan yang menjadi objek hukum dari suatu hubungan hukum adalah hak oleh
karena itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
E. Macam-macam Hubungan Hukum.
Berikut merupakan macam-macam
hubungan hukum yang terbagi menjadi tiga yakni:
a) Hubungan
hukum bersegi satu.
Dalam
jenis ini, hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak saja yang
mempunyai hak sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban. Jadi dalam
hubungan hukum yang bersegi satu hanya ada satu pihak saja berupaya memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).
Contoh :
- Tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu diatur dalam Pasal 1235 s/d 1235 KUH Perdata. Pasal 1235 KUH
Perdata, berbunyi "dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub
kewajiban berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk
merawatnya sebagai bapak rumah
yang baik, sampai pada saat penyerahan.Kewajiban yang terakhir ini adalah
kurang atau lebih luas terhadappersetujuan- persetujuan
tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunju dalam bab-bab yang bersangkutan"
- Tiap perikatan untuk
berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu diatur dalam Pasal 1239 s/d 1242
KUH Perdata. Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi :
"Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak
memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian
biaya, rugi dan bunga
b) Hubungan
hukum bersegi dua
Dalam hubungan ini, di kedua belah
pihak memiliki hak dan kewajiban.Misalnya
dalam peristiwa jual beli. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang dan
berkewajiban membayar harga pembelian barang. Sedangkan penjual berhak menuntut
pembayaran dan wajib menyerahkan barang dagangan (pasal 1457 KUH Perdata)
Contoh: :
Dalam suatu perjanjian jual-beli mobil, dimana kedua belah pihak
(masing-masing) berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi
sebaliknya kedua belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi
sesuatu pada pihak yang lain (Pasal 1457 KUH Perdata)
c) Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek
hukum lainnya.
Hubungan
ini merupakan jenis hubungan hukum selain hubungan hukum bersegi satu dan dua.
Contoh :
Menurut
pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah berhak/berwenang memungut
segala kenikmatan dari tanah itu, asal saja pemungutan kenikmatan itu tidak
dilakukan secara bertentangan dengan peraturan hukum atau kepentingan umum.
Pemilik pula berhak memindah tangankan (menjual, memberikan, menukar,
mewariskan) secara legal. Sebaliknya “semua” subyek hukum lainnyaberkewajiban
mengakui bahwa yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memunggut
segala kenimatan dari tanah itu.